Langsung ke konten utama

Kelas Menulis Jurnalistik #5 Tahapan Awal Masuk Dunia Jurnalistik: Mengikuti perkembangan Bahasa

Bahasa itu selalu berkembang sesuai dengan dinamika sosial. Begitupun juga dengan tulisan. Ini adalah satu aspek untuk menarik pembaca. Sekecil apapun perubahan pada bahasa, dapat dideteksi dengan reaksi orang-orang yang menerima.

Dengan bahasa masyarakat berkomunikasi satu sama lain. Semakin dinamis sebuah bahasa, semakin berkembang pula kebudayaan masyarakat. Karena semakin kompleks permasalahan yang terjadi.

Otomatis kita memang harus peka dengan segala macam fenomena yang ada di sekitar kita. Apalagi sebagai seorang jurnalis, kita akan memegang tren bahasa yang sedang pop di masyarakat. Media apapun itu, karena memang menawarkan sebuah wacana untuk terus dikonsumsi oleh masyarakat.

Di situlah sebenarnya peluang seorang jurnalis. Semakin kita peka dan kreatif terhadap mengolah dinamika sosial, bakalan selalu dilirik oleh masyarakat. Peka dalam arti sebagai seorang jurnalis harus berani menafsirkan setiap kondisi yang ada.

Sebuah fenomena mungkin bagi kebanyakan orang adalah hal biasa. Namun, kepekaan terhadap suatu peristiwa, seorang jurnalis harusnya lebih mendalami, bersikap untuk terus menerus tidak puas dengan jawaban yang ada. Skeptis tepatnya.

 Sebuah peristiwa satu dengan lainnya, pasti memiliki keistimewaan masing-masing. Meski, seperti hari perayaan suatu agama. Mungkin kita akan mendapatkan hal yang sama setiap tahun. Namun apakah waktu, jumlah orang, naik-turun antusiasme, permasalahan yang tidak pernah selesai, atau hal-hal lainnya akan menjadi cerita biasa. Apalagi dengan perkembangan jaman, dan berbagai dinamika lainnya.

Begitu pun juga dengan daya kreatif. Kita bisa mengolah kata-kata yang bagi orang lain terlihat biasa, dari tangan kita kana menjadi lebih menarik. Daya kreatif tentu tidak bisa egois dengan membuat kata-kata yang asal. Kreatifitas itu diharuskan untuk melihat apakah sesuatu itu baru, atau kah sedang lagi ngtren, unik, berdampak luas, dan lain sebagainya. Tidak parameter yang pasti untuk menentukan kita mampu membuat kata yang baik atau tidak. Karena itu berkaitan dengan sense.

Seperti itulah bahasa. Catatan mudahnya adalah kita jangan sampai lepas dari kehidupan sosial kita. Mengikuti perkembangan namun harus melangkah terlebih dahulu. Tanpa adanya kepekaan dan kreatifitas kita akan mengalami stgnasi yang berbahaya bagi perkembangan diri kita sendiri.

Nah, sekarang coba untuk setiap hari terus berkomunikasi. Kita bisa membuat target sendiri dan menguji coba apapun yang kita yakini bisa dikembangkan. Jurnalistik adalah sebuah panggilan. Kita harus mempunyai banyak mata dan telinga untuk melihat dunia ini lebih dari sekedar permainan para penguasa. AYoo menulis. Kebenaran ada di tanganmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAJAR SESUAI DENGAN KEBUTUHAN BELAJAR SISWA TUNAGRAHITA

Oleh : Ardhika Yusuf Bakhtiar Pendidikan adalah hak bagi setiap individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus seperti tunagrahita. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu dengan keterbatasan intelektual yang signifikan. Dalam memberikan pendidikan kepada siswa tunagrahita, penting bagi para pendidik untuk mengadopsi pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Salah satu pendekatan yang efektif adalah mengajar sesuai kebutuhan siswa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya pendekatan ini dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita. Mengajar sesuai kebutuhan siswa adalah pendekatan yang menekankan pada individualitas dan keunikan setiap siswa. Dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita, setiap siswa memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan ini memperhatikan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, minat, gaya belajar, dan tingkat perkembangan. Salah satu langkah penting dalam mengaj

TV, Kipas Angin, dan Galon yang Lepas

Seperti biasa, ketika emosi meluap seperti ini aku sulit mengeluarkan beban pikiran. Aku cenderung akan diam lama. Wajah dan tubuhku semakin lemah, jika penyakit sedikit saja menyerang bisa-bisa aku akan terserang demam. Meski tidak pernah sampai opname, demam seperti ini membuatku harus istirahat total, untuk sehari penuh. Semoga saja menulis bisa menjadi alternatif obat. Hampir sebulan lalu, seorang teman bernama Nita, mengabari sesuatu yang membuat Macapat bisa tersenyum sangat lebar. Dia mengatakan bahwa kakak sepupunya akan memberikan TV, kipas angin, dan galon untuk Macapat secara cuma-cuma. Barang-barang itu akan melengkapi fasilitas Macapat dan dalam bayanganku sendiri Macapat akan menjadi lebih nyaman. Di lain sisi memang Macapat masih sangat kekurangan biaya. Namun untuk mendapatkan barang-barang itu kami harus mengambilnya ke Surabaya. Jarak Jember kesana memakan waktu 5 jam. Untuk mengambil barang-barang itu pun kami harus membawa mobil. Kalau naik kendaraan umum b

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini.