Langsung ke konten utama

Kelas Menulis Jurnalistik #2 Tahapan Awal Masuk Dunia Jurnalistik: Narasumber

Setelah belajar mengenai analisis sosial sederhana, langkah selanjutnya sebagai seorang jurnalis adalah memperbanyak narasumber. Jurnalistik bukan hanya kerja di depan meja. Melainkan gabungan antara kerja otak dan kaki.

Jurnalistik yang bidang keilmuannya menempatkan manusia pada poros, tentu harus bisa menggali info dari orang-orang yang punya informasi. Kita tidak hanya bisa menggunakan pengamatan tentang deskripsi pristiwa saja. Melainkan harus mencari sebuah komentar dari orang yang benar-benar mengetahui sebuah peristiwa.

Kita tidak akan mendalami kontroversi di dalamnya mengenai bagaimana sebuah peristiwa itu benar atau tidak. Karena wacana itu nantinya juga akan kita bahas di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Dalam konteks ini, kita hanya akan berbicara mengenai narasumber yang harus kita temukan. Atau potensi nara sumber yang pastinya akan selalu menjadi mitra seorang jurnalis.

Nah, nara sumber yang saya maksud di sini adalah orang-orang yang bisa kita mintai keterangan dalam setiap peristiwa. Katakanlah jika kita berada dalam ruang lingkup paling kecil, RT. Tentu saja nara sumber yang paling berpengaruh adalah ketua RT, dan biasanya kyai langgar. Semakin besar ruang lingkupnya juga akan semakin banyak orang-orang yang harus kita kenal. Sesuai dengan tupoksi masing-masing.

Kebutuhan dalam mengenal nara sumber ini nantinya akan memberikan kita informasi secara akurat dan resmi. Konteks pembahasan kita memang masih berada pada kondisi dimana kita masih mengawali kerja jurnalistik secara rutin. Ingat, yang terpenting untuk pertama kali mengawali sebuah keinginan untuk bisa menulis karya jurnalistik adalah produktifitas karya. Hilangkan dulu masalah kualitas.

Produktifitas karya ini pada akhirnya akan membentuk sebuah gaya. Gaya dimana kita terbiasa menulis. Oleh karena itu, semakin sering kita menulis, tentunya akan kita akan semakin peka terhadap lingkungan di sekitar kita.

Nara sumber ini akan menjadi teman kita untuk terus berdiskusi dan membedah masalah-masalah, ataupun sebuah potensi berita yang nantinya akan kita tulis, dan beritakan. SO, selamat mewartakan. Kebenaran ada di tanganmu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tengu, Si Hewan Setia

Tengu, katanya seekor hewan penggigit yang setia dengan empunya. Ukuran hewan kecil ini 0.5-1 mm. Sulit sekali untuk melihatnya. Aku nulis ini bukannya ada masalah dengan si tengu, tapi gara-gara aku penasaran banget dengan yang namanya tengu. Soalnya kata orang tengu itu binatang paling kecil sedunia. Memang masih diragukan banget sih. Soalnya saingan si tengu itu cacing. Ada yang bilang binatang yang paling kecil tuh cacing. "Logikanya seperti ini, tengu itu kan binatang yang katanya paling kecil kan? padahal ada tengu cacingen. Nah,,, tahu sendiri kan?" Pendukung tengu pun tak kalah debat. "Cacing juga bisa tenguen. iyakan?" Perdebatan ini seperti perdebatan klasik antara duluan mana telur dengan ayam. Namun, bagiku aku lebih membela pendukung tengu daripada pendukung cacing. Ini berawal ketika tengu membuatku menang dalam adu tebak-tebakan. Lebih tepatnya tengu membuatku enggak gariing lagi, hehe... Dan inilah awal dari rasa penasaranku sama yang naman...

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini. ...

Orang Biasa

Dua minggu ini banyak hal yang menjadi perhatian saya. Banyak pelajaran juga yang saya dapat dari berbagai macam hal tersebut. Mulai dari pekerjaan, keluarga, dan asmara. Ditambah lagi bagaimana cara pandang saya terhadap sosial masyarakat di sekitar saya. Oh ya satu lagi, saya juga merasa ada keberjarakan antara saya dan tuhan. Saya benar-benar merasa menjadi manusia biasa. Saya pikir saya adalah orang yang sentimentil. Saya tidak bisa berfokus pada satu hal. Semuanya sepertinya terus memasuki pikiran saya silih berganti. Kadang-kadang juga berbarengan. Apalagi ketika pada kondisi dimana saya berhenti dan memikirkan hal itu semua. Sebenarnya langkah demi langkah sudah saya pastikan untuk berjalan. Hanya saja, sama sekali progress reportnya sering kali tertinggal. Bahkan hilang. Padahal, ingatan itu harusnya terus bisa mengisi puzzel-puzzel kehidupan saya. Sehingga saya bisa dikatakan mampu belajar dari pengalaman. Kemampuan belajar yang saya miliki ternyata tidak bisa sa...