Langsung ke konten utama

Kelas Menulis Jurnalistik #4 Tahapan Awal Masuk Dunia Jurnalistik: Evaluasi Struktur Tulisan

Menulis itu perkara yang mudah. Setiap orang yang bisa berbicara, intinya berkomunikasilah, pasti bisa menulis. Tidak ada yang tidak bisa dibahasakan.

Memang berawal dari kontiunitas. Dari sana kita harus menelaah satu persatu karya tulisan kita. Bagaimana seseorang akan dapat mendapatkan sebuah hasil jika tidak mengetahui apa yang sudah dilakukannya. Nah, evaluasilah yang menjadi peranan paling besar dalam kecepatan proses.

Dalam proses mengevaluasi tentu saja juga membutuhkan perbandingan. Apa yang membuat kita bisa mengetahui sejauh mana capaian kita. Ya, tentu saja adalah perbandingan. Perbandingan di sini berarti pengetahuan tentang standar tulisan kita.

Namun bukan berarti kita harus membandingkan tulisan kita dengan tulisan-tulisan orang lain. Ketakutannya adalah kita malah akan cenderung meniru karakter tulisan orang lain. Sebaiknya memang kita tetap percaya diri dengan tulisan kita sendiri. Setiap tulisan pasti mempunyai karakternya masing-masing. Dan itu pasti akan terolah dari kebiasaan kita menulis.

Perbandingan yang dimaksud adalah bagaimana kita menyusun kalimat kita sesuai dengan SPOK. Susunan itu saya anggap menjadi sebuah paten dari setiap struktur kalimat. Ada subyek, kemudian subyek itu melakukan sesuatu yang dinamakan predikat. Biasanya ada sesuatu yang dilakukannya. Dan yang terakhir kita membutuhkan keterangan untuk memberikan informasi yang lebih detail.

Seekor burung terbang di atas pohon. Burung itu berputar-putar menandakan kegelisahannya. Pepohonan mulai mengering dan tak ada satupun yang mau berbuah. Itu semua karena tanah, tempat pohon itu berdiri sekarang, diambil sarinya.

Dalam paragraf tersebut tentu kita harus tahu masing-masing bagian-bagian strukturnya.
Kalimat pertama, Ada seekor burung terbang di atas pohon.
1. Seekor Burung = Subyek
2. terbang = predikat
3. di atas pohon = keterangan
Kalimat kedua, Burung itu berputar-putar menandakan kegelisahannya
1. Burung itu = subyek
2. berputar-putar = predikat
 3. menandakan kegelisahannya = keterangan
Kalimat ketiga, Pepohonan mulai mengering dan tak ada satupun yang mau berbuah.
1.  Pepohonan= subyek
2. mulai mengering= predikat
3. dan tak ada satupun yang mau berbuah = predikat
kalimat keempat, Itu semua karena tanah, tempat pohon itu berdiri sekarang, diambil sarinya.
1. Itu semua karena = kata sambung
2. tanah = subyek
3. tempat pohon itu berdiri sekarang = kalimat keterangan yang terdiri dari dari subyek, predikat, dan keterangan
4. diambil = predikat
5. sarinya = obyek

Seperti itulah cara kita mengevaluasi tulisan. Sehingga struktur kalimat yang kita bangun bisa jelas. Sederhana saja.

Evaluasi ini sangat penting sekali, hingga kita bisa lebih melihat bagaimana kekurangan kita. Dan kita harus terus melangkah. Kebenaran ada di tanganmu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAJAR SESUAI DENGAN KEBUTUHAN BELAJAR SISWA TUNAGRAHITA

Oleh : Ardhika Yusuf Bakhtiar Pendidikan adalah hak bagi setiap individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus seperti tunagrahita. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu dengan keterbatasan intelektual yang signifikan. Dalam memberikan pendidikan kepada siswa tunagrahita, penting bagi para pendidik untuk mengadopsi pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Salah satu pendekatan yang efektif adalah mengajar sesuai kebutuhan siswa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya pendekatan ini dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita. Mengajar sesuai kebutuhan siswa adalah pendekatan yang menekankan pada individualitas dan keunikan setiap siswa. Dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita, setiap siswa memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan ini memperhatikan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, minat, gaya belajar, dan tingkat perkembangan. Salah satu langkah penting dalam mengaj

TV, Kipas Angin, dan Galon yang Lepas

Seperti biasa, ketika emosi meluap seperti ini aku sulit mengeluarkan beban pikiran. Aku cenderung akan diam lama. Wajah dan tubuhku semakin lemah, jika penyakit sedikit saja menyerang bisa-bisa aku akan terserang demam. Meski tidak pernah sampai opname, demam seperti ini membuatku harus istirahat total, untuk sehari penuh. Semoga saja menulis bisa menjadi alternatif obat. Hampir sebulan lalu, seorang teman bernama Nita, mengabari sesuatu yang membuat Macapat bisa tersenyum sangat lebar. Dia mengatakan bahwa kakak sepupunya akan memberikan TV, kipas angin, dan galon untuk Macapat secara cuma-cuma. Barang-barang itu akan melengkapi fasilitas Macapat dan dalam bayanganku sendiri Macapat akan menjadi lebih nyaman. Di lain sisi memang Macapat masih sangat kekurangan biaya. Namun untuk mendapatkan barang-barang itu kami harus mengambilnya ke Surabaya. Jarak Jember kesana memakan waktu 5 jam. Untuk mengambil barang-barang itu pun kami harus membawa mobil. Kalau naik kendaraan umum b

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini.