Langsung ke konten utama

Bulan Tak Terpengaruh Musim

Oh udara malam ini begitu dingin. Banyak yang bilang musim kemarau sudah mau datang. Biarlah. Meski kemarau datang, tetap saja diriku tak beranjak dari sini. Bulan pun tak sebebas musim, yang katanya bisa berubah kapan-kapan. Andai saja bulan seperti juga musim, mungkin saja, waktu tak akan menjadi perdebatan oleh manusia.

Semakin nglantur saja apa yang aku bicarakan. Terasa kaku dan tak bisa berpikir jernih. Kayak ada beban dalam pikiran ini yang mengganjal. Di satu sisi aku ingin memiliki cinta lagi, di sisi lain, aku masih ingin sendiri lagi, di sisi lainnya lagi aku bingung, haha dasar manusia tak punya pendirian.

Akhir-akhir ini aku sedikit takut dengan tindakanku yang bisa menyakiti orang lain. Beberapa cewek deket dan aku nggak bisa menentukan sikap. Ingin rasanya menjadi apatis dengan apa yang terjadi saat ini. Tapi bagian dari diriku tidak bisa membiarkan orang lain untuk memutus harapannya. Mungkin saja mereka hanya sekedar ingin berteman. Mungkin saja mereka hanya ingin bicara, melampiaskan kejenuhan dan menemukan teman yang bisa diajak untuk berbagi.

Sering kali aku berpikir, apakah setiap kedekatan selalu berorientasi pada sebuah hubungan kasih? Tidakkah kita dekat dengan tendensi hanya untuk berbagi saja, dan berteman layaknya seorang yang ingin bisa bicara apapun tanpa harus takut untuk menyakiti.

Mungkin aku adalah orang paling bodoh yang tidak peka terhadap apa yang terjadi dengan diriku sendiri. Dengan orang yang mempunyai harapan lebih terhadap sebuah hubungan yang dekat. Maaf jika aku memang seperti itu. Aku masih berat untuk melupakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tengu, Si Hewan Setia

Tengu, katanya seekor hewan penggigit yang setia dengan empunya. Ukuran hewan kecil ini 0.5-1 mm. Sulit sekali untuk melihatnya. Aku nulis ini bukannya ada masalah dengan si tengu, tapi gara-gara aku penasaran banget dengan yang namanya tengu. Soalnya kata orang tengu itu binatang paling kecil sedunia. Memang masih diragukan banget sih. Soalnya saingan si tengu itu cacing. Ada yang bilang binatang yang paling kecil tuh cacing. "Logikanya seperti ini, tengu itu kan binatang yang katanya paling kecil kan? padahal ada tengu cacingen. Nah,,, tahu sendiri kan?" Pendukung tengu pun tak kalah debat. "Cacing juga bisa tenguen. iyakan?" Perdebatan ini seperti perdebatan klasik antara duluan mana telur dengan ayam. Namun, bagiku aku lebih membela pendukung tengu daripada pendukung cacing. Ini berawal ketika tengu membuatku menang dalam adu tebak-tebakan. Lebih tepatnya tengu membuatku enggak gariing lagi, hehe... Dan inilah awal dari rasa penasaranku sama yang naman...

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini. ...

Orang Biasa

Dua minggu ini banyak hal yang menjadi perhatian saya. Banyak pelajaran juga yang saya dapat dari berbagai macam hal tersebut. Mulai dari pekerjaan, keluarga, dan asmara. Ditambah lagi bagaimana cara pandang saya terhadap sosial masyarakat di sekitar saya. Oh ya satu lagi, saya juga merasa ada keberjarakan antara saya dan tuhan. Saya benar-benar merasa menjadi manusia biasa. Saya pikir saya adalah orang yang sentimentil. Saya tidak bisa berfokus pada satu hal. Semuanya sepertinya terus memasuki pikiran saya silih berganti. Kadang-kadang juga berbarengan. Apalagi ketika pada kondisi dimana saya berhenti dan memikirkan hal itu semua. Sebenarnya langkah demi langkah sudah saya pastikan untuk berjalan. Hanya saja, sama sekali progress reportnya sering kali tertinggal. Bahkan hilang. Padahal, ingatan itu harusnya terus bisa mengisi puzzel-puzzel kehidupan saya. Sehingga saya bisa dikatakan mampu belajar dari pengalaman. Kemampuan belajar yang saya miliki ternyata tidak bisa sa...