Kau sebut ini apa, jika ternyata kucing piaraanmu seharga
pulau kecil yang diperebutkan oleh semua orang. Setiap hari kau mengelus kucing
itu bukan karena kucing itu seharga pulau, tapi karena kau hanya suka dengan
yang namanya kucing. Setelah kau tahu ternyata harganya senilai pulau? Akankah
kau menyembunyikannya dan memperlakukannya berbeda? Menempatkannya pada sangkar
emas, memberikannya makanan mahal, memandikannya setiap hari, dan memanjakannya
layaknya seorang kekasih?
Tidak kutemukan malam sebelumnya yang banyak dibicarakan
oleh para orang dengan kebijaksanaan filusuf atau para guru kerohanian.
Malam-malamku tetap dengan kopi dan lingkaran manusia-manusia yang mencari
kehidupan di tengah bergelimpangannya tubuh-tubuh dengan mata terpejam tanpa
kesadaran. Terbujur dalam kenyamanan dan perlindungan dari berbagai macam
acaman. Udara malam, gigitan nyamuk, lelah, kantuk, lapar, suara-suara bising,
dan semua yang mengancam kenyamanan. Memeluk erat guling dan menyangga kepala
dengan bantal empuk agar dapat melindungi kepala dari mimpi buruk.
Ingin kukatakan apa yang aku dapat malam tadi memukulku
telak seperti kejutan saat kutahu kucingku seharga pulau kecil. Tapi in
berbeda, bukan materi ataupun kenyamanan hati yang sering menjadi pencarian
pemuda-pemudi masa kini. Malah sebaliknya, selanjutnya semakin banyak yang
harus aku cari dan renungkan. Ketidaknyamanan sejati. Itupun sebuah sebuah
bentuk kenyamanan. Pernahkan mendengar yang namanya kegalauan itu adalah posisi
yang bisa membuat manusia nyaman dengan kondisi kegalauan itu. Ada semacam
keengganan untuk meninggalka rasa yang pada dasarnya menyiksa. Begitulah
kiranya dan menjadi syndrome.
Kantuk hilang dan suasana malam menjadi lebih cerah dari
biasanya. Kelebatan-kelebatan pertanyaan tentang hidup semakin membingungkan,
“harus mulai dari mana?” Seperti air yang keluar dari sumber mata air abadi
terus keluar tak ada tanda untuk berhenti. Hanya akhir malam dan terbitnya
sinar mentari.
“Ilmu itu satu, kemudian pecah menjadi seratus, di bagi dua
lima puluh itu yang Nampak dan lima puluh lainnya tak nampak. Lima puluh yang
Nampak pecah menjadi tiga puluh dan dua puluh. Tiga puluh dalam huruf hijaiyah
dan dua puluh di hanacaraka. Dari dua puluh dalam hanacaraka dibagi lagi
menjadi dua belas dan delapan. Dua belas untuk tahun arab dan delapan untuk
ukuran tahun windu jawa. Dua belas dibagi lagi menjadi tujuh dan lima. Dalam
budaya jawa kita kenal dengan sedulur papat limo pancer, atau juga bisa
diartikan tujuh itu hari senin, selasa, rabu, kamis, sampai meinggu dan lima
itu legi, pahing, pon, kliwon, dan wage,” Katanya. Namany adalah mas Rahman,
seorang yang bekerja di lembaga kursus di Bondowoso dan mendedikasikan dirinya
dalam dunia teater.
Banyak hal yang dia ceritakan. Mungkin tulisan ini hanyalah
tulisan awal dari pertanyaan mendasar tentang ruang-ruang spritualitas. Karena
masih banyak hal yang harus baca. Tentang dunia, tentang apapun yang dapat aku
tangkap dari setiap indra dalam tubuh ini.
Pernah dia disuruh gurunya untuk mencermati orang gila.
Layaknya orang gila, tidak ada sedikitpun hal yang normal dari setiap
perilakunya. Tapi apalah arti normal, kenormalan hanyalah judtifikasi dari
orang yang merasa normal. Dia menyadari hal itu.
Awalnya dia mendekati seorang yang dianggap oleh orang pada
umumnya adalah orang gila. Diberilah orang gila itu sebatang rokok. Seperti
bukan orang gila, dia menerimanya dan merokok layaknya kita.
“Sedang apa pak?” mas Rahman mencoba bertanya pada orang
gila itu.
“Menulis,” jawab orang gila itu sambil tangannya menggambar
bayangan di langit.
“Menulis apa?,” mas Rahman terheran mendengar jawaban dari
orang gila itu.
“Orang-orang yang berjalan itu semuanya menulis,” jawab
orang gila itu sambil terus menggambar bayangan di langit. Mas Rahman terhentak
seketika mendengar jawaban dari orang gila itu.
Ketika mau bertanya lebih jauh lagi, orang gila tadi sudah
masuk dalam dunianya lagi. Mas Rahman tidak sedikitpun paham apa yang
diomongkannya selanjutnya.
Apa artinya semuanya ini. Malam tadi seakan menjadi kertas
putih, yang memperjelas dan menunjukkan tulisan-tulisan, mempermudah aku untuk
membaca apa yang ada di depan. Huruf telah kuhafal tapi tak satupun huruf itu
aku baca.
Komentar
Posting Komentar