"Masih sulit?" katanya. Satu kalimat pertanyaan ambigu yang membuatku menahan nafas. Berat. Pertanyaan ini mengandung beberapa tafsiran. Bisa jadi pertanyaan retoris, sindiran, atau malah memang pertanyaan sinis. Dia memang sengaja memberikan kesan-kesan itu. Agar aku terus menjaga jarak. Menyerahkan kepada gelombang dan angin laut di mana sebuah botol yang terlempar dari atas kapal di tengah laut, akan bersandar. Botol tersandar (terdampar) oleh gelombang laut. "Aku sudah terlanjur ketagihan denganmu, mas," katanya. Pertanyaanku terus menerus mengalir mencari asosiasi dan pembenaran-pembenaran lewat setiap kata-kata, sorot mata, dan reaksi-reaksi lain darinya. Sering pula aku menemukan korelasi dari kata-katanya dengan buah harapanku untuk bisa memilikinya. Kemudian, aku menjadi semakin egois. Mengambil porsi waktu terbesar dari setiap waktu luangku untuk menekannya dengan pertanyaan-pertanyaan. Terus menerus mencari korelasi antara kata-kata yang dia ungka...