Saya tidak ingin ketinggalan dengan gegap gempita pemilu
kali ini. Karena memang sangat manarik untuk diikuti. Berbagai macam fenomena
yang bisa dikatakan baru muncul pada pemilu kali ini. Ini adalah sebuah momen
yang saya juga ikut merasa menjadi bagian darinya. Sebuah momen demokrasi yang
68 tahun lalu diperjuangkan dengan mengorbankan jiwa raga. Demi mendapatkan kebebasan
menentukan nasib sendiri, menentukan arah politik sendiri, dan kebebasan
menentukan masa depan sendiri.
Saya mengakui menjadi salah satu dari orang-orang yang
mempunyai harapan tinggi pada pemilu kali ini. Melihat begitu banyak angin
positif yang dihembuskan oleh para politikus negeri ini. Bahwa pemilu ini akan
membawa Indonesia pada kemajuan yang diidam-idamkan selama ini. Memang tidak
semua politikus bersih. Banyak yang mengatakan demikian dan debat capres pun
sampai ada komentar tentang “maling-maling” politik. Tapi apa salahnya ketika
kita harus percaya bahwa pada dasarnya setiap manusia itu baik.
Naif memang. Dan sangat sulit memberikan kepercayaan pada
orang-orang yang selama ini tidak mau memikirkan orang lain. Saya sadar dengan
apa yang saya katakan. Namun, jika kita mau memakai logika bahwa tak ada satu
pun manusia yang tega menelantarkan keluarganya sendiri berarti para politikus
itu sebenarnya masih punya kebaikan di dasar hati mereka yang paling dalam.
Mungkin ini hanya mengenai persepsi diri saya sendiri. Saya tidak
melibatkan beberapa orang atau kepentingan siapa nantinya yang akan menjadi
pemimpin di negeri ini. Saya hanya ingin menyampaikan bahwa tidak seorang pun
manusia yang tidak punya kebaikan. Manusia selalu bisa berubah. Manusia selalu
mempunyai sisi yang mampu membuatnya menangis karena merasakan sakit.
Rasa sakit itu universal. Setiap orang pasti pernah
merasakannya. Dan apalagi rasa sakit yang dirasakan oleh orang lain karena
pengaruh memory, mampu dirasakan juga oleh orang yang hanya melihatnya. Sistem kerja
indra manusia memang ajaib. Buktinya banyak acara di televisi yang bisa buat
orang nangis saat habis nonton.
Mungkin saja para politikus itu masih belum ada waktu untuk
mendekat kepada masyarakat. Mungkin saja mereka masih sibuk mengurusi negara. Mungkin
saja mereka masih perlu uang untuk keluarganya dulu. Mungkin saja mareka masih
mau beli mobil, rumah, dan kebun dulu.
Mereka sudah banyak mengeluarkan biaya demi memenuhi
konstitusi. Tanpa modal itu negeri ini akan carut marut tanpa pemimpin. Jadi wajar
ketika mereka sudah berusaha sekuat tenaga untuk membiayai negeri ini dan
mengambil hak mereka untuk mendapatkan modalnya kembali? Jaman sekarang siapa
coba yang mau rugi? Begitu pun dengan mereka. Jadi wajar saja sistem negeri ini
mereka buat untuk lebih memudahkan mereka mendapatkan modalnya kembali.
Kemudian masalah saling menjatuhkan di antara mereka. Saya percaya
mereka sedang berkompetisi bukan untuk memperebutkan posisi. Mereka hanya
berusaha untuk lebih baik dari yang lain. Keinginan untuk menjadi pemimpin tentu
saja akan dibarengi dengan kapabilitas dan dukungan dari rakyat. Siapa yang
punya banyak dukungan artinya dia lah yang layak menjadi pemimpin. Rakyat pun
tidak akan menuntut mereka. Karena rakyat memang sudah sejak dulu disibukkan
dengan bagaimana cara mereka memenuhi kebutuhan hidupnya. Biarlah masalah
negara diurus para politikus. Rakyat sudah memberikan kewenangan sepenuhnya.
Jadi setiap orang sudah punya bagian masing-masing. Baik pemimpin
negeri ini, maupun rakyat. Kalau para birokrat masih mau mengurusi rakyat di
samping kerjanya mengurus negara, rakyat akan sangat senang sekali. Tapi jika
masih seperti yang kemarin juga tidak menjadi masalah. Rakyat Indonesia sudah
sangat mafhum. Rakyat Indonesia sudah terbiasa sejak jaman kolonial sampai
kemerdekaan di detik ini dengan rasa sakit karena karena kemiskinan dan keamanan.
Bukankah begitu, rakyat?
So, mari berpikir positif J
Komentar
Posting Komentar