Langsung ke konten utama

Desas Desus Pembentukan UKM Tari

Tari Petik Kopi mulai terdengar keras di telinga pegiat UKM kesenian di Universitas Jember. Dua hari yang lalu pihak rektorat mengadakan pelatihan tari Petik Kopi untuk para penari di masing-masing UKM kesenian. Pelatihan ini ditujukan untuk mempopulerkan tarian yang sedang dijadikan identitas baru Universitas Jember.

Setelah pelatihan berakhir ada wacana tentang pembentukan UKM tari pusat. Jadi bidang tari yang awalnya adalah bagian dari UKM kesenian akan dipecah dan dijadikan UKM khusus tari. Pengkhususan ini ditujukan untuk lebih memfokuskan pada kelestarian tari-tari tradisional di Jawa Timur. Wacana ini berbuntut pada berbagai macam respon pro dan kontra, khususnya dari dalam oraganisasi UKM kesenian.

Sedikit bocoran dari seorang kawan pegiat kesenian, akan diadakan forum antar UKM kesenian dalam menanggapi rencana pihak rektorat dalam pembentukan UKM tari ini. Suara yang terdengar lebih cenderung pada ketidaksepakatan pihak UKM kesenian dalam pembentukan UKM tari.

Berbagai macam alasan dikemukakan. Pertama, UKM kesenian sudah dianggap mampu mengakomodasi apa yang menjadi tujuan UKM tari. Selain itu adanya UKM tari akan memecah UKM-UKM kesenian yang telah ada. Beberapa anggota UKM kesenian akan ditarik ke dalam UKM tari. Apalagi yang diprioritaskan adalah koordinator tari dari masing-masing UKM kesenian. Tentu saja hal itu akan mengurangi SDM di masing-masing UKM.

Permasalahan mengenai dana UKM pun mengemuka. Pembagian dana UKM yang masih tidak transparan memunculkan berbagai opini. Jatah dana untuk masing-masing UKM akan berkurang dan akan menimbulkan permasalahan baru. UKM tari akan menjadi "anak emas" rektorat yang pastinya mempunyai jatah lebih besar dibandingkan dengan UKM kesenian.

Opini-opini lain pun bermunculan. UKM tari ini dianggap sebagai pesanan dari rektorat yang akan mempermudah jalan menuju pada identitas baru Jember. Jember kota kopi. Sebuah identitas yang sedang gencar-gencarnya diteriakkan oleh Universitas Jember.

Ada semacam proyek besar dalam pembentukan identitas ini. Dimulai dari acara festival Tegalboto yang mengambil tema festival kopi. Dalam agenda ini, tari Petik Kopi menjadi sebuah penanda kopi telah menjadi budaya Jember. Padahal tari Petik Kopi ini diciptakan atas pesanan dari pihak rektorat. Kreator tari Petik Kopi adalah seorang seniman dari Lumajang.

Sejarah kopi pun dibentuk dengan pembuatan sebuah buku berjudul Sejarah Kopi yang dilaunching saat festival Tegalboto berlangsung. Bahkan menurut keterangan seorang kawan telah ada pewacanan pengubahan lambang Universitas dari tembakau menjadi kopi. Tapi katanya masih ada yang menolak hal tersebut, karena identitas tembakau masih dianggap lebih kuat daripada kopi.

Tari petik kopi diduga menjadi bagian dari usaha untuk mengubah identitas Universitas Jember. Selain itu pengubahan identitas ini juga didasarkan pada adanya lembaga puslit kopi kakao terbesar di Indonesia yang memang berada di Jember.

Pewacanaan ini semakin jelas terlihat ketika Universitas Jember kedatangan Dahlan Iskan, menteri BUMN. Biasanya setiap kali ada tamu negara akan disambut dengan tarian Lahbako, tapi sekarang diganti dengan tari Petik Kopi.

Pegiat UKM kesenian mendapat ujian dalam menentukan sikapnya. Dengan berbagai wacana yang berkembang, UKM kesenian mendapatkan kesempatan ikut serta menentukan masa depan Universitas Jember.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAJAR SESUAI DENGAN KEBUTUHAN BELAJAR SISWA TUNAGRAHITA

Oleh : Ardhika Yusuf Bakhtiar Pendidikan adalah hak bagi setiap individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus seperti tunagrahita. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu dengan keterbatasan intelektual yang signifikan. Dalam memberikan pendidikan kepada siswa tunagrahita, penting bagi para pendidik untuk mengadopsi pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Salah satu pendekatan yang efektif adalah mengajar sesuai kebutuhan siswa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya pendekatan ini dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita. Mengajar sesuai kebutuhan siswa adalah pendekatan yang menekankan pada individualitas dan keunikan setiap siswa. Dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita, setiap siswa memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan ini memperhatikan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, minat, gaya belajar, dan tingkat perkembangan. Salah satu langkah penting dalam mengaj

TV, Kipas Angin, dan Galon yang Lepas

Seperti biasa, ketika emosi meluap seperti ini aku sulit mengeluarkan beban pikiran. Aku cenderung akan diam lama. Wajah dan tubuhku semakin lemah, jika penyakit sedikit saja menyerang bisa-bisa aku akan terserang demam. Meski tidak pernah sampai opname, demam seperti ini membuatku harus istirahat total, untuk sehari penuh. Semoga saja menulis bisa menjadi alternatif obat. Hampir sebulan lalu, seorang teman bernama Nita, mengabari sesuatu yang membuat Macapat bisa tersenyum sangat lebar. Dia mengatakan bahwa kakak sepupunya akan memberikan TV, kipas angin, dan galon untuk Macapat secara cuma-cuma. Barang-barang itu akan melengkapi fasilitas Macapat dan dalam bayanganku sendiri Macapat akan menjadi lebih nyaman. Di lain sisi memang Macapat masih sangat kekurangan biaya. Namun untuk mendapatkan barang-barang itu kami harus mengambilnya ke Surabaya. Jarak Jember kesana memakan waktu 5 jam. Untuk mengambil barang-barang itu pun kami harus membawa mobil. Kalau naik kendaraan umum b

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini.