Langsung ke konten utama

Permainan Sejati

Hari ini muncul tanggal penting dalam kalender pribadiku. Sejak semalam lalu, saat satu hal berakhir, muncul hal baru yang membuatku kembali hidup. Setelah semalam lalu aku merasa kematian menerpaku, hari ini muncul dengan tangan yang tak kasatmata menunjukkanku pada flash forward.
Kalender Manifest (by Cetar)


Aku ceritakan sedikit saja tentang sebuah permainan cinta dalam hidupku. Ya, ini memang sebuah permainan. Sayangnya aku baru sadar ketika semuanya akan berakhir. Sejak pertama mulai, pertahananku ku buka lebar, tanpa adanya pertahanan sama sekali. Semua hal kuserahkan dengan begitu tulus, layaknya seorang bapak yang memberikan mainan pada anaknya. Seorang bapak yang selalu memanjakan anaknya hanya untuk kesenangan sang anak. Tanpa memperdulikan apa yang menjadi pembelajaran untuk si anak.

Kondisi itu terus berlanjut, saat cinta tumbuh dewasa, aku tetap diam di tempatku semula. Saat permainan dimulai. Aku hanya fokus pada bola yang menggelinding, aku sama sekali tidak memperhatikan setiap orang yang bergerak. Aku tidak bisa membaca perkembangan situasi di lapangan. Menjadi orang yang tidak bisa berkembang.

Seperti yang aku katakan di awal tulisan ini, aku sama sekali tidak menyadari bahwa ini adalah sebuah permainan. Aku tidak bisa membaca tanda baca yang telah tertulis jelas dalam kehidupa manusia ini. Selayaknya hidup dalam gua yang semua hal tidak akan pernah bisa berpengaruh kuat dalam kehidupan. Setiap hal dalam hidupku penuh dengan hal hal datar. Aku menganggap setiap hal itu biasa-biasa saja. Aku sama sekali tidak tahu apa-apa tentang kehidupan apalagi permainan yang seperti ini. Aku terjebak dan aku Kalah.

Tanda baca besar terlihat menampar pipiku setelah semalam, aku yang tudak tahu apa-apa tentang sebuah permainan bertanya langsung tenytang permainan yang aku dan dia mainkan. Tanpa ampun, tanpa melihat ketidakberdayaanku, dia memaksaku keluar permainan. Padahal aku merasa baru saja mulai. Ah, sungguh bodoh diriku.

Itulah juga yang menurutku terjadi di papan catur semalam. Begitu telak kekalahaku semalam. Tidak pernah aku merasa kalah dalam bermain kecuali semalam.
"Aku melihat sebenarnya permainamu bagus, tapi sering kali kamu kehilangan fokus," kata musuh caturku.

Apakah memang demikian halnya denga kehidupan cintaku. Sering kali aku lost focus dalam permainanku. Aku menjadi orang egois yang kehilangan tujuan dari permainan ini. Aku menjadi orang yang kehilangan diriku dalam permiananku. Aku bahkan merasa, setelah tahu bahwa ini adalah permainan, menjadi orang lain.

Semuanya ternyata sudah berakhir. Dan semuanya menjadi lebih jelas. Sekarang aku menyadari aku dalam permianan itu. AKu menjadi orang yang lahir kembali dari rahim kegagalan. Kini, aku buat sendiri kalenderku. Dunia ini permainan yang harus aku menangkan. Permainan tetap permainan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini. ...

Refleki diri

Dengan apa aku bicara dengan apa aku bekerja. Entah sudah berapa minggu tidak kugerakkan tanganku untuk menancapkan perasasti di atas tanah maya ini. sebuah bentuk elegy yang menjadi nisan dalam mayat-mayat orang yang mati suri. Sadar, kesadaran apa yang harus selalu dapat menggerakkan semua organ. Semua tertempel dengan perekat pikiran. Dengan alam sebagai obyek dan juga diri sebagai obyek. Selalu tersubordinat dalam bentang khayalan yang tidak pasti. Kerja-kerja organpun tersia dari batas fisik yang tak mampu menembus imaji. Tak pernah turun menjadi kenyataan yang bisa dipegang ataupun sekedar diingat. Semakin tidak jelas dengan semakin jelasnya posisi. Memang tiadanya keseimbangan mangacau fokus di dalam ataupun di luar. Semua kabur hanya tertinggal pikiran hampa. Kosong. Namun begitu banyak sampah berserakan di dalamnya.

Tengu, Si Hewan Setia

Tengu, katanya seekor hewan penggigit yang setia dengan empunya. Ukuran hewan kecil ini 0.5-1 mm. Sulit sekali untuk melihatnya. Aku nulis ini bukannya ada masalah dengan si tengu, tapi gara-gara aku penasaran banget dengan yang namanya tengu. Soalnya kata orang tengu itu binatang paling kecil sedunia. Memang masih diragukan banget sih. Soalnya saingan si tengu itu cacing. Ada yang bilang binatang yang paling kecil tuh cacing. "Logikanya seperti ini, tengu itu kan binatang yang katanya paling kecil kan? padahal ada tengu cacingen. Nah,,, tahu sendiri kan?" Pendukung tengu pun tak kalah debat. "Cacing juga bisa tenguen. iyakan?" Perdebatan ini seperti perdebatan klasik antara duluan mana telur dengan ayam. Namun, bagiku aku lebih membela pendukung tengu daripada pendukung cacing. Ini berawal ketika tengu membuatku menang dalam adu tebak-tebakan. Lebih tepatnya tengu membuatku enggak gariing lagi, hehe... Dan inilah awal dari rasa penasaranku sama yang naman...