Setelah belajar mengenai analisis sosial sederhana, langkah selanjutnya sebagai seorang jurnalis adalah memperbanyak narasumber. Jurnalistik bukan hanya kerja di depan meja. Melainkan gabungan antara kerja otak dan kaki.
Jurnalistik yang bidang keilmuannya menempatkan manusia pada poros, tentu harus bisa menggali info dari orang-orang yang punya informasi. Kita tidak hanya bisa menggunakan pengamatan tentang deskripsi pristiwa saja. Melainkan harus mencari sebuah komentar dari orang yang benar-benar mengetahui sebuah peristiwa.
Kita tidak akan mendalami kontroversi di dalamnya mengenai bagaimana sebuah peristiwa itu benar atau tidak. Karena wacana itu nantinya juga akan kita bahas di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Dalam konteks ini, kita hanya akan berbicara mengenai narasumber yang harus kita temukan. Atau potensi nara sumber yang pastinya akan selalu menjadi mitra seorang jurnalis.
Nah, nara sumber yang saya maksud di sini adalah orang-orang yang bisa kita mintai keterangan dalam setiap peristiwa. Katakanlah jika kita berada dalam ruang lingkup paling kecil, RT. Tentu saja nara sumber yang paling berpengaruh adalah ketua RT, dan biasanya kyai langgar. Semakin besar ruang lingkupnya juga akan semakin banyak orang-orang yang harus kita kenal. Sesuai dengan tupoksi masing-masing.
Kebutuhan dalam mengenal nara sumber ini nantinya akan memberikan kita informasi secara akurat dan resmi. Konteks pembahasan kita memang masih berada pada kondisi dimana kita masih mengawali kerja jurnalistik secara rutin. Ingat, yang terpenting untuk pertama kali mengawali sebuah keinginan untuk bisa menulis karya jurnalistik adalah produktifitas karya. Hilangkan dulu masalah kualitas.
Produktifitas karya ini pada akhirnya akan membentuk sebuah gaya. Gaya dimana kita terbiasa menulis. Oleh karena itu, semakin sering kita menulis, tentunya akan kita akan semakin peka terhadap lingkungan di sekitar kita.
Nara sumber ini akan menjadi teman kita untuk terus berdiskusi dan membedah masalah-masalah, ataupun sebuah potensi berita yang nantinya akan kita tulis, dan beritakan. SO, selamat mewartakan. Kebenaran ada di tanganmu!
Jurnalistik yang bidang keilmuannya menempatkan manusia pada poros, tentu harus bisa menggali info dari orang-orang yang punya informasi. Kita tidak hanya bisa menggunakan pengamatan tentang deskripsi pristiwa saja. Melainkan harus mencari sebuah komentar dari orang yang benar-benar mengetahui sebuah peristiwa.
Kita tidak akan mendalami kontroversi di dalamnya mengenai bagaimana sebuah peristiwa itu benar atau tidak. Karena wacana itu nantinya juga akan kita bahas di pertemuan-pertemuan selanjutnya. Dalam konteks ini, kita hanya akan berbicara mengenai narasumber yang harus kita temukan. Atau potensi nara sumber yang pastinya akan selalu menjadi mitra seorang jurnalis.
Nah, nara sumber yang saya maksud di sini adalah orang-orang yang bisa kita mintai keterangan dalam setiap peristiwa. Katakanlah jika kita berada dalam ruang lingkup paling kecil, RT. Tentu saja nara sumber yang paling berpengaruh adalah ketua RT, dan biasanya kyai langgar. Semakin besar ruang lingkupnya juga akan semakin banyak orang-orang yang harus kita kenal. Sesuai dengan tupoksi masing-masing.
Kebutuhan dalam mengenal nara sumber ini nantinya akan memberikan kita informasi secara akurat dan resmi. Konteks pembahasan kita memang masih berada pada kondisi dimana kita masih mengawali kerja jurnalistik secara rutin. Ingat, yang terpenting untuk pertama kali mengawali sebuah keinginan untuk bisa menulis karya jurnalistik adalah produktifitas karya. Hilangkan dulu masalah kualitas.
Produktifitas karya ini pada akhirnya akan membentuk sebuah gaya. Gaya dimana kita terbiasa menulis. Oleh karena itu, semakin sering kita menulis, tentunya akan kita akan semakin peka terhadap lingkungan di sekitar kita.
Nara sumber ini akan menjadi teman kita untuk terus berdiskusi dan membedah masalah-masalah, ataupun sebuah potensi berita yang nantinya akan kita tulis, dan beritakan. SO, selamat mewartakan. Kebenaran ada di tanganmu!
Komentar
Posting Komentar