Langsung ke konten utama

Kelas Menulis Jurnalistik #1 tahapan awal masuk dunia jurnalistik

Kali ini kelas menulis membahas tentang tahapan awal memasuki dunia jurnalistik. Berdasarkan aliran baru jurnalistik, yaitu jurnalisme warga. Aliran ini hadir karena dukungan teknologi yang kian memberikan kemudahan bagi setiap warga untuk menyampaikan buah pikirnya.

Tentu saja media sosial yang semakin hari, semakin banyak penggunanya itu akan memberikan dampak yang sangat luar biasa. Bisa saja medsos itu hanya dijadikan ajang curhat atau sebuah bentuk kontribusi terhadap sosial, tergantung dari penggunaannya. Lewat jurnalisme warga inilah setiap orang yang mempunyai keinginan terhadap perkembangan daerah akan semakin leluasa untuk terus berkontribusi.

Maka dari itu, setiap orang harusnya belajar mengenai jurnalistik. Agar apapun yang ditulisnya tidak keluar dari kode etik, sehingga bisa dipertanggung jawabkan. Paling tidak tulisan-tulisan kawan-kawan tidak hanya menjadi angin lalu saja. Bisa dianggap sebagai karya jurnalistik yang berpengaruh terhadap perkembangan potensi daerah, atau bisa membantu dalam menyelesaikan permasalahan sosial di daerah.

Nah, langsung saja. Pertanyaan pertama saat masuk dunia jurnalistik adalah apa yang bisa ditulis? Pertanyaan ini harus dijawab saat pertama kali masuk di dunia jurnalistik. Tanpa bisa menjawab pertanyaan ini keinginan kita untuk menulis akan seketika hilang. Kebingungan dengan apa yang akan ditulis membuat kita tidak akan melakukan apa-apa.
Jawaban dari pertanyaan ini lebih penting dari kemampuan menulis sendiri. Menulis lebih mudah dilakukan. Setiap orang yang bisa menyampaikan gagasan dalam kepalanya secara otomatis akan mempu menuliskannya. Karena syarat utama untuk bisa menulis adalah bisa membaca dan menulis alfabet. Itu saja. Sederhana.

Namun, untuk menjawab pertanyaan itu lebih dibutuhkan kemampuan analisis sosial. Sehingga dengan analisis sosial itu kita akan tahu apa-apa saja yang bisa dijadikan tulisan. Semakin kita peka terhadap analisis sosial semakin banyak pula bahan yang bisa ditulis.

Tahapan untuk analisis sosial secara sederhana yaitu:
  1. Temukan masalah sosial. Permasalahan sosial yang ada di masyarakat yaitu, kemiskinan, kebersihan, kerapian, kesehatan, kriminal, tingkat pendidikan, sarana infrastruktur yang kurang memadai atau rusak, bencana alam, dan tingkat pendidikan.
  2. Tokoh Masyarakat yang Berpengaruh. Biasanya tokoh masyarakat punya berbagai kebijakan yang dikeluarkan. Mulai dari setingkat RT, RW, Kades, Camat, Bupati, Gubernur, Mentri, Presiden, Kyai, Dewan, Lembaga-lembaga pemerintahan lainnya.
  3. Agenda Publik. Agenda publik merupakan kegiatan yang mengumpulkan banyak orang dalam kegiatan. Agenda-agenda publik mulai dari setingkat RT sampai agenda sekelas nasional.
  4. Insiden. Insiden-insiden yang yang tidak teduga karena memang tidak ditemukan setiap hari. Seperti kasus-kasus kecelakaan.
  5. Potensi Daerah.Potensi daerah ini bisa seperti potensi pariwisata, kerajinan tangan, komoditas yang melimpah.
  6. Seni dan budaya daerah. Berbagai macam seni tradisi seperti tari, lagu, batik.
  7. Kuliner. 
  8. Komunitas. Jika ada komunitas yang mempunyai kegiatan seperti diskusi, pameran,baksos.
Pengenalan terhadap hal-hal tersebut tentunya akan memberikan banyak bahan tulisan. Tahapan awal ini dibutuhkan kebiasaan menulis. Yang terpenting adalah kuantitas menulis. Wartakan apa saja di sekitar kita yang dianggap berdampak kepada manusia. Karena Jurnalistik adalah sebuah ilmu yang kajiannya homosentris atau manusia yang menjadi pokok kajiannya.

Demikian kelas menulis #1 tentang tahapan awal masuk dunia jurnalistik. Selanjutnya tunggu lanjutannya. Selamat mewartakan. Kebenaran ada di tanganmu!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tengu, Si Hewan Setia

Tengu, katanya seekor hewan penggigit yang setia dengan empunya. Ukuran hewan kecil ini 0.5-1 mm. Sulit sekali untuk melihatnya. Aku nulis ini bukannya ada masalah dengan si tengu, tapi gara-gara aku penasaran banget dengan yang namanya tengu. Soalnya kata orang tengu itu binatang paling kecil sedunia. Memang masih diragukan banget sih. Soalnya saingan si tengu itu cacing. Ada yang bilang binatang yang paling kecil tuh cacing. "Logikanya seperti ini, tengu itu kan binatang yang katanya paling kecil kan? padahal ada tengu cacingen. Nah,,, tahu sendiri kan?" Pendukung tengu pun tak kalah debat. "Cacing juga bisa tenguen. iyakan?" Perdebatan ini seperti perdebatan klasik antara duluan mana telur dengan ayam. Namun, bagiku aku lebih membela pendukung tengu daripada pendukung cacing. Ini berawal ketika tengu membuatku menang dalam adu tebak-tebakan. Lebih tepatnya tengu membuatku enggak gariing lagi, hehe... Dan inilah awal dari rasa penasaranku sama yang naman...

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini. ...

Orang Biasa

Dua minggu ini banyak hal yang menjadi perhatian saya. Banyak pelajaran juga yang saya dapat dari berbagai macam hal tersebut. Mulai dari pekerjaan, keluarga, dan asmara. Ditambah lagi bagaimana cara pandang saya terhadap sosial masyarakat di sekitar saya. Oh ya satu lagi, saya juga merasa ada keberjarakan antara saya dan tuhan. Saya benar-benar merasa menjadi manusia biasa. Saya pikir saya adalah orang yang sentimentil. Saya tidak bisa berfokus pada satu hal. Semuanya sepertinya terus memasuki pikiran saya silih berganti. Kadang-kadang juga berbarengan. Apalagi ketika pada kondisi dimana saya berhenti dan memikirkan hal itu semua. Sebenarnya langkah demi langkah sudah saya pastikan untuk berjalan. Hanya saja, sama sekali progress reportnya sering kali tertinggal. Bahkan hilang. Padahal, ingatan itu harusnya terus bisa mengisi puzzel-puzzel kehidupan saya. Sehingga saya bisa dikatakan mampu belajar dari pengalaman. Kemampuan belajar yang saya miliki ternyata tidak bisa sa...