Langsung ke konten utama

Ekspresi Lahbako

Lah Bakoh, menjadi penyejuk di tengah gerung kendaraan di pagi hari. Saat manusia sibuk untuk mengisi detik nafas kehidupan. Lalu lalang mengincar lembar hijau daun emas yang tak lagi bisa tumbuh. Meski demikian, kesejukan itu hanya menjadi pengganggu di mata orang yang terombang-ambing oleh permainan penguasa. 
Hari itu 31 Mei 2012 adalah hari Anti Tembakau Sedunia. Sudah jelas semua orag mengamini apa yang diperingati di hari itu. Mengapa tidak?tidak ada orang yang obyektif, adil dalam memperlakukan segala sesuatu. Tidak ada pandangan skeptis ketika kebenaran dibuat oleh tumpukan kertas bernilai emas. Hanya orang liyan yang mempertanyakan tentang kebenaran sejati.
Semua orang punya kepentingan masing-masing. Entah itu penguasa atau hanya orang-orang miskin yang termarjinalkan. Salah dan benarpun mudah untuk dialihkan, tinggal berapa berat uang yang dipegang di bawah meja. Mungkin kebenaran hanya ada pada jeritan bisu nurani. Itupun jika memang masih ada nurani.
Ini bukan teriakan keputus asaan. Hanya saja ingin membuka sebenarnya apa yang seharusnya dilakukan. ada statement yang pernah ku dengar dari seorang teman. Bahwa kebebasan sejati itu lahir dari seberapa berani kita mendengarkan dan melakukan apa yang sesuai dengan suara hati kita.
Sedikit riskan saat apa yang diperjuangkan tak sedikitpun memberikan pengaruh. Seperti halnya teriakan nurani yang tidak pernah di dengarkan oleh diri sendiri. Ke-egoisan dalam diri yang selalu menjadi antek-antek keserakahan adalah penjahat tersendiri dalam dunia dilematika kesadaran diri. Itulah yang akan menjelma menjadi monster dan menju dunia sosial hingga dapat menghancurkan dunia orang lain.
Tubuh ini adalah wahana. Tempat berbagai macam keinginan dan kebutuhan jasmani-rohani. Pada awalnya tubuh ini menampung segala macam aspirasi, sampai pada keputusan dari seorang penguasa. Banyak hal ganjil yang tak pernah dimengerti. Apakah tubuh ini hanya untuk menampung banyaknya aspirasi yang tak pernah tahu juntrunganya?jadi, buat apa?
Hanya cinta tulus saja yang mungkin bisa selalu menjadi kebanggaan. Teriakanku bukan untuk mengubah sesuatu. Karena itu suatu yang mustahil. Aku hanya ingin berekspresi, merayakan kemerdekaan nurani.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini. ...

Refleki diri

Dengan apa aku bicara dengan apa aku bekerja. Entah sudah berapa minggu tidak kugerakkan tanganku untuk menancapkan perasasti di atas tanah maya ini. sebuah bentuk elegy yang menjadi nisan dalam mayat-mayat orang yang mati suri. Sadar, kesadaran apa yang harus selalu dapat menggerakkan semua organ. Semua tertempel dengan perekat pikiran. Dengan alam sebagai obyek dan juga diri sebagai obyek. Selalu tersubordinat dalam bentang khayalan yang tidak pasti. Kerja-kerja organpun tersia dari batas fisik yang tak mampu menembus imaji. Tak pernah turun menjadi kenyataan yang bisa dipegang ataupun sekedar diingat. Semakin tidak jelas dengan semakin jelasnya posisi. Memang tiadanya keseimbangan mangacau fokus di dalam ataupun di luar. Semua kabur hanya tertinggal pikiran hampa. Kosong. Namun begitu banyak sampah berserakan di dalamnya.

Tengu, Si Hewan Setia

Tengu, katanya seekor hewan penggigit yang setia dengan empunya. Ukuran hewan kecil ini 0.5-1 mm. Sulit sekali untuk melihatnya. Aku nulis ini bukannya ada masalah dengan si tengu, tapi gara-gara aku penasaran banget dengan yang namanya tengu. Soalnya kata orang tengu itu binatang paling kecil sedunia. Memang masih diragukan banget sih. Soalnya saingan si tengu itu cacing. Ada yang bilang binatang yang paling kecil tuh cacing. "Logikanya seperti ini, tengu itu kan binatang yang katanya paling kecil kan? padahal ada tengu cacingen. Nah,,, tahu sendiri kan?" Pendukung tengu pun tak kalah debat. "Cacing juga bisa tenguen. iyakan?" Perdebatan ini seperti perdebatan klasik antara duluan mana telur dengan ayam. Namun, bagiku aku lebih membela pendukung tengu daripada pendukung cacing. Ini berawal ketika tengu membuatku menang dalam adu tebak-tebakan. Lebih tepatnya tengu membuatku enggak gariing lagi, hehe... Dan inilah awal dari rasa penasaranku sama yang naman...