Lah Bakoh, menjadi penyejuk di tengah gerung kendaraan di pagi hari. Saat manusia sibuk untuk mengisi detik nafas kehidupan. Lalu lalang mengincar lembar hijau daun emas yang tak lagi bisa tumbuh. Meski demikian, kesejukan itu hanya menjadi pengganggu di mata orang yang terombang-ambing oleh permainan penguasa.
Semua orang punya kepentingan masing-masing. Entah itu penguasa atau hanya orang-orang miskin yang termarjinalkan. Salah dan benarpun mudah untuk dialihkan, tinggal berapa berat uang yang dipegang di bawah meja. Mungkin kebenaran hanya ada pada jeritan bisu nurani. Itupun jika memang masih ada nurani.
Ini bukan teriakan keputus asaan. Hanya saja ingin membuka sebenarnya apa yang seharusnya dilakukan. ada statement yang pernah ku dengar dari seorang teman. Bahwa kebebasan sejati itu lahir dari seberapa berani kita mendengarkan dan melakukan apa yang sesuai dengan suara hati kita.
Sedikit riskan saat apa yang diperjuangkan tak sedikitpun memberikan pengaruh. Seperti halnya teriakan nurani yang tidak pernah di dengarkan oleh diri sendiri. Ke-egoisan dalam diri yang selalu menjadi antek-antek keserakahan adalah penjahat tersendiri dalam dunia dilematika kesadaran diri. Itulah yang akan menjelma menjadi monster dan menju dunia sosial hingga dapat menghancurkan dunia orang lain.
Tubuh ini adalah wahana. Tempat berbagai macam keinginan dan kebutuhan jasmani-rohani. Pada awalnya tubuh ini menampung segala macam aspirasi, sampai pada keputusan dari seorang penguasa. Banyak hal ganjil yang tak pernah dimengerti. Apakah tubuh ini hanya untuk menampung banyaknya aspirasi yang tak pernah tahu juntrunganya?jadi, buat apa?
Hanya cinta tulus saja yang mungkin bisa selalu menjadi kebanggaan. Teriakanku bukan untuk mengubah sesuatu. Karena itu suatu yang mustahil. Aku hanya ingin berekspresi, merayakan kemerdekaan nurani.
Komentar
Posting Komentar