Langsung ke konten utama

Catatan dalam Seminggu di Rumah


Pertama sampai dirumah, realitas kehidupan seketika menghadang. Seorang pemuda yang aku ditemui di masjid karanganyar tempat aku menunggu jemputan dari bapak bercerita bagaimana dia ditipu oleh seseorang yang menawarkan pekerjaan kepadanya.
Bertemu pertama kali di alun-alun Demak saat si pemuda  selesai berziarah ke makam Sunan Kalijaga, se penipu yang perkataannya penuh dengan bumbu manis menjalankan aksinya. Dengan iming-iming gaji 800 ribu rupiah tiap bulan membuatnya merasa bahwa itu adalah sebuah harapan masa depannya. Sehingga apapun dia lakukan termasuk harus mengikuti semua perkataan yang diucapkan oleh orang yang menawarkan barang. Si pemuda disuruh pulang mengambil ijazah yag dia punya sekaligus membawa sepeda motor karena dia bilang di tempat kerja, di Kudus ada kemacetan lalulintas yang tidak memungkinkan kendaraan umum lewat. Si pemuda diberi uang 7ribu rupiah untuk pulang dan mengambil sepeda motor. Betapa senang hatinya, dia bersemangat untuk cepat-cepat kerja. Keinginan yang terbentuk spontan namun sangat kuat membuat dirinya takut apabila keinginan itu tidk tercapai. Tanpa ijin orang tua dia mengambil sepeda dan ijazah.

Sampai di tengah jalan si penipu mengajak istirahat untuk sholat. Disinilah bencana terjadi. Saat si pemuda sedang istirahat dan tertidur, motornya dibawa lari. Dan saat dia bagun tidak melihat sepeda motornya, barulah dia sadar dia telah tertipu.
Seperti itulah realitas masyarakat. Latarbelakang ekonomi dan intelektual masyarakat sangat berpengaruh terhadap pola pikir dan kualitas kehidupan.
Kedua, aku melihat keadaan dirumah. Kondisi rmah alhamdulillah sudah stabil. Potensi yang bisa dimanfaatkan di rumah ternyata sangat besar. Di rumah ada ternak bebek dan ayam dan juga produk bubuk kedelai yang bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Aku melihat jika aku mampu mengembangkannya pasti akan bisa lebih membantu pemasukan. Dan aku sudah berniat untuk ikut serta dalam pengembanganya. Semoga bisa. Amiiin.
Ketiga, saat aku mencari dimanakah kekuranganku dalam ilmu agama. Aku melihat konsep ketuhanan yang telah aku terima dulu, kini sudah sangat terkikis. Aku perlu mencari lagi pedoma yang seharusnya aku pelajari. Sepupuku dan temanku ternyata orang-orang yang hebat. Mereka mempunyai pola pikir yang maju. Dan aku melihat tekad untuk mencapai kualitas kehidupannya tidak hanya terkungkung pada kotak materialisme saja.
Keempat, pagi ini, aku mendapatkan sesuatu yang diluar duaanku. Salah seorang keluargaku menawarkan MLM. Namun menurutku ini bukan MLM dengan persepsi orientasi materi saja. Dalam pembicaraannya ternyata dia meletakkan prinsip-prinsip asah dan asih. Setiap ucapannya tidak memperlihatkan dia adalah lulusan SMP. Bahkan dapat melebihi pengalaman yang telah aku terima selama ini di bangku kuliah. Secara teori dan praktik dia sudah sangat tahu mengenai pertanian.
Ada satu ucapan yang membuatku kaget. Dia mengatakan bahwa Allah menciptakan segalanya di dunia ini adalah untuk melayani manusia. Dia contohkan ketika ada hama tikus menyerang, dia amati prilaku dan pola hidupnya. Tikus akan selalu menandai daerah kekuasaannya dengan kencingnya. Ketika kencing tikus itu dinetralkan, maka akan dia tidak akan kembali lagi kesana. Prilaku tikus ini seperti kucing dan macan. Saat dia mengetahui hal tersebut akhirnya dia dapat mengatasi masalah tersebut.
Kelima, aku berfikir bagaimana dengan teman—teman seumuranku yang sekarang masih tidak mempunyai arah dan tujuan hidup. Mereka sangat konsumtif dan sepertinya tidak punya arah kehidupan di masa depan. Aku juga masih belum tahu secara pasti apa sebenarnya yang mereka impikan. Semoga saja mereka akan berubah menjadi lebih baik,
Keenam, saat aku melihat buku catatan kecilku saat aku masih sma. Ternyata sangat menarik sekali. Jujur aku lupa dengan apa yang aku rasakan waktu itu. Namun sekarang sudah banyak yang bisa aku lakukan selain hanya menulis saja. Sekarang aku sudah sangat dekat dengan realitas kehidupan. Dan aku pasti bisa melakukan sesuatu untuk orang-orang disekitarku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini. ...

Refleki diri

Dengan apa aku bicara dengan apa aku bekerja. Entah sudah berapa minggu tidak kugerakkan tanganku untuk menancapkan perasasti di atas tanah maya ini. sebuah bentuk elegy yang menjadi nisan dalam mayat-mayat orang yang mati suri. Sadar, kesadaran apa yang harus selalu dapat menggerakkan semua organ. Semua tertempel dengan perekat pikiran. Dengan alam sebagai obyek dan juga diri sebagai obyek. Selalu tersubordinat dalam bentang khayalan yang tidak pasti. Kerja-kerja organpun tersia dari batas fisik yang tak mampu menembus imaji. Tak pernah turun menjadi kenyataan yang bisa dipegang ataupun sekedar diingat. Semakin tidak jelas dengan semakin jelasnya posisi. Memang tiadanya keseimbangan mangacau fokus di dalam ataupun di luar. Semua kabur hanya tertinggal pikiran hampa. Kosong. Namun begitu banyak sampah berserakan di dalamnya.

Tengu, Si Hewan Setia

Tengu, katanya seekor hewan penggigit yang setia dengan empunya. Ukuran hewan kecil ini 0.5-1 mm. Sulit sekali untuk melihatnya. Aku nulis ini bukannya ada masalah dengan si tengu, tapi gara-gara aku penasaran banget dengan yang namanya tengu. Soalnya kata orang tengu itu binatang paling kecil sedunia. Memang masih diragukan banget sih. Soalnya saingan si tengu itu cacing. Ada yang bilang binatang yang paling kecil tuh cacing. "Logikanya seperti ini, tengu itu kan binatang yang katanya paling kecil kan? padahal ada tengu cacingen. Nah,,, tahu sendiri kan?" Pendukung tengu pun tak kalah debat. "Cacing juga bisa tenguen. iyakan?" Perdebatan ini seperti perdebatan klasik antara duluan mana telur dengan ayam. Namun, bagiku aku lebih membela pendukung tengu daripada pendukung cacing. Ini berawal ketika tengu membuatku menang dalam adu tebak-tebakan. Lebih tepatnya tengu membuatku enggak gariing lagi, hehe... Dan inilah awal dari rasa penasaranku sama yang naman...