Langsung ke konten utama

Biar Nggak Lagi Mikirin Kamu

Sudah lama saya tidak nyampah di blog ini. Benar memang kata orang, kalau sudah kerja tidak banyak yang bisa dilakukan. Kesibukan kerja membuat orang jadi lupa apa yang menjadi passionnya. Yah yang namanya kerja pasti ada tuntutan dan beban kerja yang ditanggung.

Saya mencoba untuk tidak larut, pada awalnya. Namun ternyata memang kompleks apa yang menjadi sebab saya bisa lupa dengan keinginan saya dulu. Yang awalnya hobi, malah jadi beban kerja yang sama sekali tidak asyik.

Itu terus berlanjut sampai saat ini ketika menulis keluh kesah yang tidak berarti. Mungkin saja saya memang terlalu mudah lupa dengan hal-hal penting. Sesuatu yang sangat fatal sebenarnya. Malahan, hal-hal yang sepele seperti mikirin kamu itu yang membuat saya sering membuang waktu untuk mengenang.

Padahal kalau dipikir-pikir itu tak punya arti apa-apa. Terlalu menyita banyak waktu. Menyita fokus kerja yang bisa menambah penghasilan dan menyusun masa depan.

Terus kalau ada pertanyaan, apakah ketika memikirkan kamu tidak memikirkan masa depan. Siapa bilang iya. Dan siapa bilang tidak. Haha,,, saya pun masih memikirkannya. Entah hal apa lagi yang membuat saya selalu membuang waktu untuk berpikir hal sepele itu.

Pernah suatu hari ada kawan yang mengajak berbicara serius tentang kamu. Saya pun menanggapinya hanya dengan tertawa. Kawan saya itu begitu menggebu mencari bagaimana saya dalam menghadapi dan nantinya akan mendapatkan kamu.

Saya mencoba menjawab serius. Saya ceritakan bagaimana saya dulu berjuang mulai dari kelas empat SD mencari cinta. Hampir semuanya saya ceritakan, dengan tanpa nama pastinya. Soalnya tahu sendiri kan yang namanya kawan, mau nggak mau pastinya dia tahu siapa yang saya ceritakan.

Tapi cukuplah baginya untuk mengubah pandangannya tentang dunia asmaraku. Saya lebih jago darinya. Meski bukan play boy, haha...

Satu, dua, tiga, saya menghitung berapa orang yang pernah saya dekati. Delapan! gagal empat dan berhasil tiga. Satu masih proses untuk mendapatkan kamu. Ya, proses mendapatkan kamu kalau kamu mau pasti saya akan ulang-ulang perkataan itu.

Kawan saya itupun, kemudian ikut menghitung cara dari sekian orang yang pernah saya dekati itu.Hebatnya kawan saya itu, dia menemukan dua metode yang aku gunakan. Dua metode itu tak pernah saya pikirkan sebanarnya, tapi dia mampu mendefinisikannya dengan jitu. Ah saya rindu berbincang dengannya.

Saya pun mengamini apa yang dia bicarakan. Tentunya dengan saya mencoba memahami cara pandangnya dia untuk masalah asmara ini. Sehingga, dia pun kemudian mengalihkan pembicaraan pada dirinya sendiri. Tapi saya bosan. Sepertinya dia selalu melebih-lebihkan apa yang dia lakukan, dan selalu membuat orang lain harus merasa kalah. Kalau ada yang tahu saya sedang menbicarakan siapa mohon diam ya, hehehe...

Malam kian larut. Perbincangan itu sampai pada sisa-sisa energi yang saya punya. Namun, saya melihat dirinya masih sangat antusias membicarakan tentang asmara. Akhirnya pun saya berbicara yang agak aneh kepadanya.

"Saya sering berpikir kawan (saya tidak memanggilnya dengan sapaan itu sebenarnya), Manusia hidup, kemudian mati itu sudah sangat banyak. Dan setiap manusia menjalani proses kehidupan dan kematian itu. Akhirnya dari situ sebenarnya saya mulai berpikit, bahwa hidup dan mati kita ini adalah natural. Tidak perlu ada yang ditakuti. Seperti halnya jodoh atau pasangan hidup. Buat apa kita menghawatirkan sesuatu yang sudah pasti akan kita dapatkan?"

Mendengar itu, kawan saya menyedot rokoknya dengan dalam. Namun dirinya tidak pernah menerima perkataan saya itu. Anggapannya adalah bahwa hidup dan mati tidak ada nilainya. Sama dengan kehidupan dan kematian yang selalu terjadi setiap hari.

Namun, saya tidak menjawab, dan mencoba untuk menjelaskan apa maksud saya. Karena saya juga masih berpikir tentang hal itu. Apa yang membuat manusia bisa bernilai di dalam kehidupannya? Apakah egoisme kita sendiri yang selalu menginginkan kita bernilai, ataukah nilai yang kita berikan untuk sesama?

Biarlah pertanyaan itu mengambang. Biar saya bisa lebih banyak berpikir tentang hal-hal yang lebih penting. Dari pada saya memikirkan kamu yang sudah pasti akan saya dapatkan. Tapi entah kapan. Hahaha...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAJAR SESUAI DENGAN KEBUTUHAN BELAJAR SISWA TUNAGRAHITA

Oleh : Ardhika Yusuf Bakhtiar Pendidikan adalah hak bagi setiap individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus seperti tunagrahita. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu dengan keterbatasan intelektual yang signifikan. Dalam memberikan pendidikan kepada siswa tunagrahita, penting bagi para pendidik untuk mengadopsi pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Salah satu pendekatan yang efektif adalah mengajar sesuai kebutuhan siswa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya pendekatan ini dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita. Mengajar sesuai kebutuhan siswa adalah pendekatan yang menekankan pada individualitas dan keunikan setiap siswa. Dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita, setiap siswa memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan ini memperhatikan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, minat, gaya belajar, dan tingkat perkembangan. Salah satu langkah penting dalam mengaj

TV, Kipas Angin, dan Galon yang Lepas

Seperti biasa, ketika emosi meluap seperti ini aku sulit mengeluarkan beban pikiran. Aku cenderung akan diam lama. Wajah dan tubuhku semakin lemah, jika penyakit sedikit saja menyerang bisa-bisa aku akan terserang demam. Meski tidak pernah sampai opname, demam seperti ini membuatku harus istirahat total, untuk sehari penuh. Semoga saja menulis bisa menjadi alternatif obat. Hampir sebulan lalu, seorang teman bernama Nita, mengabari sesuatu yang membuat Macapat bisa tersenyum sangat lebar. Dia mengatakan bahwa kakak sepupunya akan memberikan TV, kipas angin, dan galon untuk Macapat secara cuma-cuma. Barang-barang itu akan melengkapi fasilitas Macapat dan dalam bayanganku sendiri Macapat akan menjadi lebih nyaman. Di lain sisi memang Macapat masih sangat kekurangan biaya. Namun untuk mendapatkan barang-barang itu kami harus mengambilnya ke Surabaya. Jarak Jember kesana memakan waktu 5 jam. Untuk mengambil barang-barang itu pun kami harus membawa mobil. Kalau naik kendaraan umum b

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini.