Langsung ke konten utama

Hayalan Jadi Nyata

Sedikit cerita tentang keberuntungan. Mungkin ini tidak akan terjadi jika tidak mensyukuri suatu pekerjaan. Saat pekerjaan dilakukan dengan suka cita, tentulah kita bisa fokus dengan apa yang akan dilakukan. Dan bisa memanfaatkan segala macam peluang.

Seperti yang aku dapatkan dari proses reportase seorang anggota DPRD komisi B Jember. Awal kali aku menghubungi beliau, untunglah beliau adalah seorang yang terbuka, dan aku lihat bagaimana dia bersikap insyaallah beliau adalah kaum minoritas di jajaran awak politik. Mendapatkan sambutan yang baik dari beliau, akupun juga tidak segan-segan untuk menaruh rasa hormatku kepadanya.
Menghubungi lewat pesan singkat di hari Kamis (24/5), kemudian dibalas dengan langsung menghubungi lewat telefon, beliau menjelaskan bahwa tidak bisa bertemu sampai hari Senin (28/5). Aku pun menyanggupi, meskipun deadline penulisan mengenai hari anti tembakau sedunia harus  sudah dikirim hari Minggunya. Akhirnya aku meminta kepada pimred untuk menunggu sampai hari Senin, dan pimred pun juga tidak ambil pusing dengan molornya deadline, karena itu memang sudah biasa.
Senin, hari janji ketemu dengan Bu DPR itu bertempat di rentetan ruko milik pribadi. Terletak di jalan masuk Kampus Universitas Jember. Anehnya ruko itu tutup dan sepi. Ada sekitar 8 rentetan ruko, dan hanya satu yang buka. Itupun sebuah Laundry. Aku juga melihat cafe yang tidak terawat. Padahal aku lihat penataan cafe itu bagus. Ada tiga gazebo dengan metode penyajian lesehan kapasitas empat orang tiap gazebo, kemudian di depannya juga ada satu gazebo panjang dengan kapasitas bisa mencapai 20 orang. Pikirku, coba bisa dimanfaatkan pasti bakalan ramai.
Menunggu Bu DPR sambil berbicang dengan seorang rekan dan berandai-andai bisa mengelola cafe, timbul sentilan untuk menanyakan Bu DPR tentang cafe itu. Apa memang benar deretan ruko ini adalah miliknya, ya kalau memang benar, apa salahnya untuk bertanya, bisa apa tidak kalau kita mengelola cafe.
Setengah jam menunggu dengan sabar, akhirnya beliau datang dan kami pun diajak ke dalam kantor ruko. Memang sepertinya ruko ini sudah lama tidak di kelola. Kunci kantor saja tidak ada. Beliau bilang hilang entah kemana.
Hari itu adalah hari pertama dimana aku reportase orang penting. Karena memang baru setahun aku mendalami jurnalisitk di lembaga pers mahasiswa. aku merasa nyaman dan sesuai dengan hobyku menulis. sebelumnya aku aktif di organisasi kesenian. Dan menurutku semua bidang minat mahasiswa itu saling berkait satu sama lain. Terbukti aku tidak mengalami kesulitan memasuki organisasi baru ini. Kesempatan wawancara itu aku pergunakan semaksimal mungkin. Semua pertanyaan dalam benak harus terjawab tanpa harus membuat orang yang aku wawancara merasa terganggu dengan pertanyaanku.
Setelah sekitar satu jam wawancara, rekanku mengambil inisiatif untuk mengatakan apa yang kami rencanakan di awal sebelum wawancara. "Iseng-iseng berhadiah Bu", Akbar mengawali pembicaraan. Pada intinya kami bertanya tentang keadaan cafe itu. diluar dugaan kami, beliau menanggapi dengan sangat serius dengan pertanyaan kami. Dan dengan sangat serius pula menawari kami untuk mengelola cafe itu. Kami pun terhenyak dengan tawaran itu dan mengatakan kalau nanti akan menghubungi beliau lagi.
Di perjalanan pulang kami membawa semangat dan kegembiraan. Kami ceritakan penawaran itu dengan teman-teman seperjuangan kami. Mereka juga menyambut dengan sangat gembira. Dengan tujuh awak, kami pun akhirnya membuat konsep sebelum bertemu lagi dengan Bu DPR.
Keinginan bertemu aku sampaikan ke Bu DPR lewat pesan singkat. Jumat (1/6), kembali lagi aku bertemu. Kali ini di kantor beliau di gedung DPRD Jember. Hari itu juga, hari pertama aku masuk ke gedung wakil rakyat Jember. Tidak seperti yang terbayang dalam pikiran bahwa gedung wakil rakyat adalah gedung yang dijaga sangat ketat oleh penjaga keamanan, banyak orang sibuk berlalu lalang, banyak ruang kantor untuk setiap anggota dewan dan fasilitas yang super lengkap. Ternyata, semua berbalik dengan apa yang aku pikirkan. Entahlah kalau di gedung senayan sana, yang katanya menghabiskan dana 2 milyar rupiah hanya untuk memperbaiki toilet
Kami dipersilakan di ruang rapat komisi B. "Minum apa mas,kopi apa teh? tapi iuran ya, kalau di sini soalnya uang rakyat, hehe..", celetukan Bu DPR itu membuat suasana tambah akrab. Kamipun bercerita tentang apa yang kami rencanakan kalau memang diijinkan untuk mengelola cafe itu bahwa nanti kami akan membuat konsep cafe baca. Tidak kami duga sebelumnya beliau menanggapi dengan berapi-api. Beliau bercerita kalau dulu beliau juga seorang aktivis, begitu juga dengan suaminya. Beliau hoby membaca dan rumahnya adalah gudang buku. Dan yang paling menyenangkan kami, kami memakai tempat itu tanpa ada sedikitpun biaya yang harus kami keluarkan. Tidak pernah aku menemui orang yang menurutku sangat aneh. Di zaman sekarang, siapa orang yang tidak mau dengan uang? kalau memang ada ya memang dia adalah orang aeh. Dan aku menemukannya di tempat orang-orang yang dalam persepsi masyarakat adalah tempatnya mafia.
Langkah kami sangat ringan saat meninggalkan tempat itu menuju harapan yang semakin dekat untuk diraih. Dan kabar gembira itu aku simpan sampai malam hari saat kami bertujuh berkumpul membicarakan masa depan cafe kami.
Itulah yang aku sebut dengan keberuntungan. ada sebuah hikmah yang aku dapatkan dari sini, bahwa sebuah keberuntungan tidak akan pernah jauh dari khayalan dan menikmati pekerjaan kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAJAR SESUAI DENGAN KEBUTUHAN BELAJAR SISWA TUNAGRAHITA

Oleh : Ardhika Yusuf Bakhtiar Pendidikan adalah hak bagi setiap individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus seperti tunagrahita. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu dengan keterbatasan intelektual yang signifikan. Dalam memberikan pendidikan kepada siswa tunagrahita, penting bagi para pendidik untuk mengadopsi pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Salah satu pendekatan yang efektif adalah mengajar sesuai kebutuhan siswa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya pendekatan ini dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita. Mengajar sesuai kebutuhan siswa adalah pendekatan yang menekankan pada individualitas dan keunikan setiap siswa. Dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita, setiap siswa memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan ini memperhatikan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, minat, gaya belajar, dan tingkat perkembangan. Salah satu langkah penting dalam mengaj

TV, Kipas Angin, dan Galon yang Lepas

Seperti biasa, ketika emosi meluap seperti ini aku sulit mengeluarkan beban pikiran. Aku cenderung akan diam lama. Wajah dan tubuhku semakin lemah, jika penyakit sedikit saja menyerang bisa-bisa aku akan terserang demam. Meski tidak pernah sampai opname, demam seperti ini membuatku harus istirahat total, untuk sehari penuh. Semoga saja menulis bisa menjadi alternatif obat. Hampir sebulan lalu, seorang teman bernama Nita, mengabari sesuatu yang membuat Macapat bisa tersenyum sangat lebar. Dia mengatakan bahwa kakak sepupunya akan memberikan TV, kipas angin, dan galon untuk Macapat secara cuma-cuma. Barang-barang itu akan melengkapi fasilitas Macapat dan dalam bayanganku sendiri Macapat akan menjadi lebih nyaman. Di lain sisi memang Macapat masih sangat kekurangan biaya. Namun untuk mendapatkan barang-barang itu kami harus mengambilnya ke Surabaya. Jarak Jember kesana memakan waktu 5 jam. Untuk mengambil barang-barang itu pun kami harus membawa mobil. Kalau naik kendaraan umum b

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini.