Malam-malam begini dengar lagunya Jamrud. Terasa langsung menyentil ke jantung. Sepertinya lagu-lagu satir seperti itu lebih gampang ngena. Karena dia lebih lugas menyampaikan maksud. Tidak bertele-tele, apalagi terlalu mendaramatisir, seperti tulisannya para orang-orang yang mengaku bermoral.
"Tidur lah nak, malam telah larut. Jangan tunggu ibumu yang telah kabur"
Sedangkan kamu, harus ganti popok anakmu, sampai anakmu bertahun-tahun lamanya bisa berdiri, lari, atau sampai menikah nanti. Sebenarnya itu sangat gamblang bagaimana kamu ditinggalkan, dan terlalu sayang dengan apa yang ditanamkan oleh dia.
Lelaki bisa hilang gengsinya karena kehilangan seorang wanita. Siapa yang mau seorang lelaki harus menjadi bapak sekaligus ibu. Akan lebih sedikit ditemui daripada seorang ibu yang juga menjadi bapak. Jamrud mencoba untuk menentang budaya patriarki itu. Malahan mereka mencoba memberikan kesan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.
Suara kasar Jamrud pun tidak mengurangi bagaimana cara dia membuat orang lain menjadi sedih. Dia masih saja harus berjibaku dengan anak kecil, denga hal-hal yang sebenarnya lebih manusiawi daripada menganggap diri seperti nabi. Yang perkasa, dan selalu memenangkan peperangan.
Mungkin saja, seorang Jamrud (jika dia berubah menjadi sosok satu orang), seperti kita lihat juga dalam film
Taken. Film yang dibintangi Bryan Mills itu hampir persis seperti sosok Jamrud. Orang yang begitu keras, seorang agen, tapi membiarkan dirinya menangis di depan anaknya sendiri.
Seperti itulah mungkin sisi-sisi sentimentil laki-laki dalam sosok tubuh bertato. Hal itu begitu jelas ketika melihat tubuh laki-laki yang semakin ringkih.
Bisa jadi logika itu berlaku. Ataupun tidak, juga bukan menjadi hal yang perlu untuk diperdebatkan. Iya toh?
Komentar
Posting Komentar