Langsung ke konten utama

My Nama is Kucing

"My name is kucing.."
Kucing, bukan nama sebenarnya. Tidak aneh saat kamu terbiasa dipanggil "kucing". Aku sendiri lupa kapan awal kali dipanggil dengan nama itu. Yang jelas waktu itu, dalam satu komunitas yang membuat hidupku lebih warna, sering kali ketika mengalami kemalangan pada diri ini, reflek mulut ini berbunyi 'KUCING....!!!'. Memang semacam umpatan untuk melampiaskan kekesalan. 'Saking' seringnya mulut terbiasa membunyikan kata 'kucing' inilah kenapa aku dipanggi 'Kucing'.

Aku sih biasa-biasa aja dengan 'kucing' ini. Toh kucing itu manis, lucu dan menggemaskan, meski tidak semua orang sepakat. Karena aku tahu sendiri banyak orang yang takut sama bulu. Tapi entahlah, menurutku itu suatu kelainan. Bagaimana orang bisa takut dengan bulu yang bikin geli, aneh banget kan?
Pernah suatu ketika aku dekatin seorang cewek. Dia penasaran banget kenapa aku dipanggil kucing. Ya jelas aja dengan refleks aku mengarang cerita yang bisa buat dia langsung nyantol.

"Eemmm ya kamu tahu sendiri kan kalo kucing itu lucu, gemesin, geli,hehe..."pede banget aku cerita.
"Apanya, aku takut banget ma kucing, dari mananya kucing itu lucu, gemesin?"dia bilang dan keliatan illfil banget.
"Hah?" akupun bengong.
"Eemmm aku pulang dulu yah?"tandasnya.
Dia pun duduk semakin menjauh saat ku bonceng pulang.

Daripada dapet enaknya dipanggil dengan nama ini, lebih banyak apesnya. Masa aku disuruh nanggung kucing yang numpang tidur di sekret. Kucing itu punya dua anak kucing. Hubungan darah aja nggak ada kupikir, kenapa aku yang harung tanggung jawab. Anak-anak bilang karena aku sesama kucing. Beberapa waktu lalu juga ada yang bikin tebak-tebakkan.

"Paling enak melihara binatang apa hayo?", seorang teman memulai tebak-tebakan.
"Ayam, soalnya bisa disembelih dan dimakan", jawab teman yang laen.
"Salah, apa hayo?", dia ngajukan lagi pertanyaan karena banyak yag penasaran.
"Melihara uang, soalnya bisa beranak pinak", teman laen mejawab.
"Salah, yang realistis dong", dia menjawab dengan tegas.
"enggak ada yang tahu ya?paling enak tuh melihara kucing"jawabnya sambil dengan serius.
"lah kok bisa?", tanya semua orang bareng-bareng.
"soalnya bisa disuruh beli kopi, disuruh beli rokok, disuruh nyanyi, pokoknya bisa semua deh"ujarnya.
tawa semua orang langsung menggelegar.
reflek aja keluar dari mulutku, "KUCING tenan arek-arek ikiii!!!".

Tawa mereka semakin menjadi-jadi. Menjadi obyek seperti ini bisa seharian penuh. Kusadari ini bagian dari hidupku yang dinamis. Dan memang harus ada sisi dalam dunia ku, dunia si kucing lebih tepatnya, agar hidup ini semakin asyik, ya meski sedikit tragis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAJAR SESUAI DENGAN KEBUTUHAN BELAJAR SISWA TUNAGRAHITA

Oleh : Ardhika Yusuf Bakhtiar Pendidikan adalah hak bagi setiap individu, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus seperti tunagrahita. Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan individu dengan keterbatasan intelektual yang signifikan. Dalam memberikan pendidikan kepada siswa tunagrahita, penting bagi para pendidik untuk mengadopsi pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Salah satu pendekatan yang efektif adalah mengajar sesuai kebutuhan siswa. Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi pentingnya pendekatan ini dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita. Mengajar sesuai kebutuhan siswa adalah pendekatan yang menekankan pada individualitas dan keunikan setiap siswa. Dalam konteks pendidikan khusus tunagrahita, setiap siswa memiliki kebutuhan dan potensi yang berbeda. Oleh karena itu, pendekatan ini memperhatikan perbedaan individual dalam kemampuan belajar, minat, gaya belajar, dan tingkat perkembangan. Salah satu langkah penting dalam mengaj

TV, Kipas Angin, dan Galon yang Lepas

Seperti biasa, ketika emosi meluap seperti ini aku sulit mengeluarkan beban pikiran. Aku cenderung akan diam lama. Wajah dan tubuhku semakin lemah, jika penyakit sedikit saja menyerang bisa-bisa aku akan terserang demam. Meski tidak pernah sampai opname, demam seperti ini membuatku harus istirahat total, untuk sehari penuh. Semoga saja menulis bisa menjadi alternatif obat. Hampir sebulan lalu, seorang teman bernama Nita, mengabari sesuatu yang membuat Macapat bisa tersenyum sangat lebar. Dia mengatakan bahwa kakak sepupunya akan memberikan TV, kipas angin, dan galon untuk Macapat secara cuma-cuma. Barang-barang itu akan melengkapi fasilitas Macapat dan dalam bayanganku sendiri Macapat akan menjadi lebih nyaman. Di lain sisi memang Macapat masih sangat kekurangan biaya. Namun untuk mendapatkan barang-barang itu kami harus mengambilnya ke Surabaya. Jarak Jember kesana memakan waktu 5 jam. Untuk mengambil barang-barang itu pun kami harus membawa mobil. Kalau naik kendaraan umum b

Mulai Tulis "Aku"

Aku baru ingat, aku jarang sekali menulis kata "aku". Dari hari ke hari, aku selalu menulis. Namun kata ganti pertama itu, selalu aku jauhi. Malah semakin jauh dari menulis kata aku, semakin lebih baik. Tidak adanya kata aku dalam tulisanku hanyalah sebuah keharusan semata. Pekerjaan memaksaku untuk menjadi orang lain. Aku tidak bisa mengemukakan pendapatku sendiri, meski aku yang menuliskannya.  Tapi persoalan larangan menulis aku secara eksplist maupun implisit, masih dalam perdebatan. Sebenarnya bisa saja, aku menulis tanpa menyertakan kata aku, tapi itu adalah aku. Hanya konteksnya berbeda. Aku dalam "aku" dan aku dalam kalimat-kalimat penunjang aku berbeda fungsi. Ah, semakin rumit saja. Seorang kawan bertanya, "Terus bagaimana kabarmu? Ceritalah" Pertanyaan itu membuatku agak bingung. Apakah memang sebenarnya aku butuh untuk cerita tentang aku? Sedangkan aku sendiri tidak pernah menginginkan untuk kuketahui sendiri bagaimana aku ini.